Penyebab Kebakaran
Berbagai
sebab kebakaran dapat diklasifikasikan sebagai (1) kelalaian, (2) kurang
pengetahuan, (3) peristiwa alam, (4) penyalaan sendiri, dan (5) kesengajaan.
1. Kelalaian
Kelalaian
merupakan penyebab terbanyak peristiwa kebakaran. Contoh dari kelalaian ini
misalnya: lupa mematikan kompor, merokok di tempat yang tidak semestinya,
menempatkan bahan bakar tidak pada tempatnya, mengganti alat pengaman dengan
spesifikasi yang tidak tepat dan lain sebagainya.
2. Kurang
pengetahuan
Kurang
pengetahuan tentang pencegahan kebakaran merupakan salah satu penyebab
kebakaran yang tidak boleh diabaikan. Contoh dari kekurang pengetahuan ini
misalnya tidak mengerti akan jenis bahan bakar yang mudah menyala, tidak
mengerti tanda-tanda bahaya kebakaran, tidak mengerti proses terjadinya api dan
lain sebagainya.
3. Peristriwa alam
Peristiwa
alam dapat menjadi penyebab kebakaran. Contoh: gunung meletus, gempa bumi,
petir, panas matahari dan lain sebagainya.
4. Penyalaan
sendiri.
Api bisa
terbentuk bila tiga unsur api yaitu bahan bakar, oksigen (biasanya dari udara)
dan panas bertemu dan menyebabkan reaksi rantai pembakaran. Contoh: kebakaran
di hutan yang disebabkan oleh panas matahari yang menimpa bahan bakar kering di
hutan.
5. Kesengajaan
Kebakaran
bisa juga disebabkan oleh kesengajaan misalnya karena unsur sabotase,
penghilangan jejak, mengharap pengganti dari asuransi dan lain sebagainya.
Segitiga Api
Api
terjadi dari tiga unsur yaitu (1) bahan bakar, (2) Oksigen dan (3) panas. Bahan
bakar yang mudah terbakar tersebut misalnya: kayu, kertas, karet, plastik dan
lain sebagainya. Oksigen biasanya didapat dari udara. Udara mengandung 21 %
oksigen suatu tempat dikatakan masih memiliki keaktifan pembakaran bila kadar
oksigennya lebih dari 15 %. Sedang bila kurang dari 12 % tidak akan terjadi
pembakaran.
Dasar dari system pemadaman api adalah merusak
keseimbangan reaksi api. Hal ini dapat
dilakukan dengan empat cara yaitu (1) memisahkan panas atau mendinginkan,
Gambar 3.1.b, (2) mengisolasi yaitu memisahkan oksigen (udara), Gambar 3.1.c;
(3) menguraikan yaitu memisahkan bahan bakar (Gambar 3.1.d) dan (4) merusak
reaksi rantai api.
Klasifikasi
Kebakaran
Klasifikasi
kebakaran dimaksudkan sebagai penggolongan atau pembagian jenis kebakaran
berdasarkan jenis bahan bakar yang terbakar. Pembagian atau penggolongan ini
bertujuan agar diperoleh kemudahan dalam menentukan cara pemadamannya..
1. Klasifikasi di
Indonesia
Klasifikasi
kebakaran di Indonesia mengacu kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Per. 04/Men/1980 tanggal 14 April 1980 Tentang syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Klasifikasi tersebut adalah
sebagai berikut.
(1) Klas A: Bahan bakar padat (bukan logam)
(2) Klas B: Bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar
(3) Klas C: Instalasi listrik bertegangan
(4) Klas D: Kebakaran logam
2. Klasifikasi
Eropa
Klasifikasi
di Eropa sesudah tahun 1970 mengacu kepada Comite European de Normalisation
sebagai berikut.
(1) Klas A: Bahan bakarnya bila terbakar meninggalkan abu
(2) Klas B: Bahan bakar cair. Contoh: bensin, solar, spiritus
dan lain sebagainya
(3) Klas C: Bahan bakar gas. Contoh: LNG, LPG dan lain
sebagainya
(4) Klas D: Bahan bakar logam. Contoh: magnesium, potasium
dan lain sebagainya.
3. Klasifikasi
Amerika National Fire Protection
Association (NFPA)
(1) Klas A: Bahan bakarnya bila terbakar meninggalkan abu
(2) Klas B: Bahan bakar cair atau yang sejenis
(3) Klas C: Kebakaran karena listrik
(4) Klas D: Kebakaran logam
Label menurut klasifikasi NFPA untuk fire extinguisher
seperti gambar berikut:
4. Klasifikasi
Amerika U.S. Coast Guard
(1) Klas A: Bahan bakar padat
(2) Klas B: Bahan bakar cair dengan titik nyala lebih kecil
dari 170 derajat Fahrenheit dan tidak larut dalam air misalnya: bensin, benzena
dan lain sebagainya
(3) Klas C: Bahan bakar cair dengan titik nyala lebih kecil
dari 170 derajat Fahrenheit dan larut dalam air misalnya: ethanol, aceton dan
lain sebagainya
(4) Klas D: Bahan bakar cair dengan titik nyala lebih besar
atau sama dengan 170 derajat Fahrenheit dan tidak larut dalam air
misalnya:minyak kelapa, minyak pendingin trafo dan lain sebagainya
(5) Klas E: Bahan bakar cair dengan titik nyala sama dengan
atau lebih tinggi dari 170 derajat Fahrenheit dan larut dalam air misalnya:
gliserin, etilin dan lain sebagainya
(6) Klas F: Bahan bakar logam misalnya: magnesium, titanium
dan lain sebagainya
(7) Klas G: Kebakaran listrik.
Media Pemadam
Api
Media
pemadam api yang biasa digunakan adalah (1) air, (2) busa, (3) karbon dioksida,
(4) gas halon serta pasca halon dan (5) serbuk kimia kering. Cara kerja dari ke
lima media pemadam api tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Air.
Air
merupakan media pemadam api yang paling umum digunakan, karena air dipandang
memiliki berbagai sifat yang baik untuk memadamkan api dan relatif mudah dan
murah didapatkan dalam jumlah yang banyak. Pada kondisi normal air mempunyai
panas laten penguapan 2250 kJ/kg. Dengan sifat ini maka air sangat mudah untuk
mendinginkan api (memisahkan panas dari unsur api).
2. Busa (foam)
Busa atau
foam terbentuk bila udara atau gas terjebak di dalam media cairan. Busa
mempunyai efek menyelimuti dan mendinginkan api. Sebagai media pemadaman api busa dibuat dari campuran antara air,
udara dan campuran busa.
3. Karbon dioksida
Karbon
dioksida dipakai sebagai media memadamkan api karena sifatnya yang dapat
mengganggu proses oksidasi pada bahan yang terbakar. Bila oksigen berkurang
sampai kurang dari 15 % maka proses kebakaran akan berhenti. Karbon dioksida
mempunyai sifat yang tidak konduktif maka bisa dipakai untuk kebakaran jenis C
(listrik bertegangan), namun demikian tidak cocok untuk pemakaian kebakaran
yang sudah meluas atau di tempat terbuka.
4. Gas halon
Halon
merupakan keluarga dari senyawa halogenated hydrocarbon yang semua atau
sebagian atom hidrogennya diganti dengan fluorine, chlorine atau bromine.
Senyaea hidrocarbon yang paling sering digunakan adalah metane atau ethane.
Material ini memadamkan api dengan cara menekan terjadinya reaksi rantai
kebakaran. Sayang bahwa halon merusak atmosfer sehingga tidak dipergunakan lagi
sebagai media pemadam kebakaran. Sebagai penggantinya dipakai gas pasca halon.
5. Bubuk kimia
kering (dry chemical powder)
Bubuk
kering dari zat kimia tertentu dapat memadamkan api. Zat kimia yang biasanya
digunakan untuk ini adalah sodium, potasium atau urea bikarbonat. Namun dapat
juga dipergunakan potassium chloride atau mono-ammonium phospat. Cara
memadamkan api media ini adalah dengan isolasi, pendinginan, dan mengganggu
proses reaksi rantai.
Alat Pemadam
Api
Alat
pemadam api telah berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Secara garis besar alat pemadam api ini dapat dibedakan menjadi (1)
alat pemadam api gerak yaitu alat pemadam api yang dapat dipindahkan dari satu
tempat ke tempat yang lain dengan mudah misalnya: alat pemadam api ringan
(APAR), mobil pemadam api dan lain sebagainya. (2) pemadam api instalasi tetap
misalnya springkle, hydrant dan lain sebagainya.
1. Alat
pemadam api ringan (APAR)
Alat
pemadam api ringan (APAR) atau fire extinguisers adalah alat pemadam api yang
mudah dipergunakan oleh satu orang untuk memadamkan api pada awal terjadinya
kebakaran. APAR dapat berupa tabung jinjing, gendong maupun beroda. Berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa APAR berhasil menanggulangi sekitar 30 %
kejadian kebakaran.
Secara singkat cara mengoperasikan APAR adalah sebagai
berikut.
1. APAR Jenis Air
Pada jenis
ini media pemadamnya berupa air yang terletak pada tabung. Dibuat dalam dua
konstruksi yaitu SPT dan GCT. Jarak jangkau pancaran sekitar 10 ft sampai 20 ft.
Dan waktu pancaran sekitar satu menit untuk kapasitas 2,5 galon. Hanya
direkomendasikan untuk kebakaran jenis A, dengan luas bidang jangkauan sekitar
2500 ft persegi, jarak penempatan setiap 50 ft.
2. APAR Jenis Busa
Tabung utama berisi larutan sodium bikarbonat (ditambah
dengan penstabil busa). Tabung sebelah dalam berisi larutan aluminium sulfat.
Campuran dari kedua larutan tersebut akan menghasilkan busa dengan volume 10
kali lipat. Busa ini kemudian didorong oleh gas pendorong (biasanya CO2 )..
3. APAR Jenis
Karbon Dioksida
APAR jenis
ini memadamkan dengan cara isolasi (smothering) di mana oksigen diupayakan
terpisah dari apinya. Di samping itu CO2 juga mempunyai peranan
dalam pendinginan. Material yang diselimuti oleh CO2 akan cenderung
lebih dingin.
.
4. APAR Jenis
Serbuk Kimia Kering (dry chemical powder)
APAR jenis
ini berisi tepung kering sodium bikarbonat dan tabung gas karbon dioksida atau
gas nitrogen (di dalam cartridge) sebagai pendorongnya. Gas pendorong bisa
ditempatkan dalam tabung atau di luar tabung. Tepung kimia kering bersifat
cepat menutup material yang terbakar, dan mempunyai daya jangkau menutup
permukaan yang cukup luas.
5. APAR Jenis Gas
Halon dan Pasca Halon.
APAR jenis ini biasanya berisi gas halon yang terdiri dari unsur-unsur
karbon, fluorine, bromide dan chlorine. Namun sejak diketemukan lubang pada
lapisan ozon yang diduga disebabkan oleh salah satu unsur gas halon maka
menurut perjanjian Montreal gas halon tidak boleh dipergunakan lagi, dan mulai
1 Januari 1994 gas halon tidak boleh diproduksi.
Pemercik Air
Otomatis
1. Penggunaan
Pemercik Otomatis
Pemercik
air otomatis (automatic sprinklers) merupakan sarana pemadam kebakaran
instalasi tetap yang paling sering digunakan/dipasang pada gedung-gedung.
Sistem ini bekerja apabila gelas (quartzoid bulb) pada kepala sprinklers pecah karena panas. Dengan
pecahnya quartzoid bulb ini maka air bertekanan memercik ke seluruh tempat
yang kebakaran dan memadamkan api.
2. Jenis
Sistem Pemercik Otomatis
Secara garis besar sistem pemercik otomatis dikategorikan
menjadi (1) sistem pipa basah, (2) sistem pipa kering, (3) sistem deluge dan
(4) pre action system.
1. Sistem pipa
basah
Pemercik
otomatis disebut sebagai sistem pipa basah (wet pipe system) ialah apabila
seluruh pipa distribusi sampai ke sprinkler terisi air bertekanan. Sistem ini
memakai kepala sprinkler otomatis. Apabila gelas pada kepala sprinklers pecah
karena panas maka air bertekanan segera memancar keluar memadamkan area yang
terbakar. Air akan memancar hanya pada daerah yang sprinklernya pecah saja.
2. Sistem pipa
kering
Pada
sistem pipa kering pipa distribusi tidak tersisi air. Sistem ini dipakai
apabila tempat atau bangunan yang dilindungi mempunyai kemungkinan
bertemperatur dingin sedemikian sehingga air di dalam pipa distribusi dan
sprinklers membeku. Tempat seperti ini misalnya ruang refrigerator, bangunan di
tempat dingin dan lain sebagainya.
Di dalam
pipa distribusi tidak berisi air melainkan gas nitrogen atau udara bertekanan.
Apabila terjadi kebakaran maka sprinklers akan pecah, gas terdorong keluar
sambil menghidupkan kontrol aliran air bertekanan yang kemudian memancarkan air
untuk memadamkan kebakaran. Air hanya memancar pada daerah yang sprinklernya
pecah saja.
3. Deluge system
Deluge
system atau system banjir atau sistem pancaran serentak biasanya dipasang pada
tempat atau bangunan yang berisi material mudah terbakar secara keseluruhan
misalnya gudang busa polyester, bagian pengeringan hardboard, polyurethane,
hanggar pesawat terbang dan lain sebagainya. Pada sistem ini semua sprinkler
dalam keadaan terbuka, kemudian apabila ada sinyal kebakaran dari sistem
deteksi maka seluruh sprinkler akan memancarkan air. Jadi sistem pancaran
serentak ini dihubungkan dengan pengontrol lain yang berfungsi untuk
memberitahu adanya kebakaran pada tempat itu.
4. Pre-action
system
Sistem ini
bertujuan untuk membantu mempercepat aliran air pada sistem kering. Pada
dasarnya konstruksi terdiri dari gabungan standard sprinkler system dengan alat
pengindera kebakaran (baik smoke ataupun heat detector). Pada saat awal
pengindera mencium adanya bahaya kebakaran maka sistem langsung bekerja mengisi
air pada pipa distribusi springkler, sehingga air sudah terisi sebelum
sprinkler pecah karena panas. Jadi ketika sprinkler pipa sistem kering pecah
maka di dalam pipa sudah berisi air yang langsung memancar pada tempat yang
terbakar.
Kepala
Pemercik Otomatis
Kepala pemercik otomatis betugas untuk memancarkan air
apabila telah mendapat sinyal deteksi kebakaran. Kepala pemercik otomatis akan
aktif memancarkan air bila temperatur pada ruangan cukup untuk memecahkan
quartozoid bulb (jenis a) atau memutus pengunci (jeins b). Temperatur ini
disebut “temperature rating” dan biasanya besarnya sekitar 60 oC
sampai 70 oC. Namun untuk beberapa tempat dengan pertimbangan
tertentu di pasaran juga tersedia kepala pemercik dengan temperature rating
yang lebih tinggi.
Detektor
Kebakaran
. Detektor kebakaran yang biasanya dipergunakan adalah
(1) detektor asap, (2) detektor panas dan (3) detektor nyala. Namun demikian
seiring dengan perkembangan teknologi maka telah berkembang berbagai detektor
kebakaran yang semakin peka dan canggih.
1. Detektor Asap
Detektor
asap yang sering dipakai adalah (1) detektor asap ion dan detektor asap dengan.
Detektor asap ion bekerja berdasarkan keseimbangan ion positif dan ion negatif.
Sebuah sumber radioaktif menghasilkan ion positif dan ion negatif. Pada keadaan
tidak ada asap maka ion positif dan ion negatif seimbang. Namun pada kondisi
berasap maka keseimbangan ion positif-negatif terganggu. Gangguan ini memicu
jaringan elektris untuk memberi tahukan ketidak normalan sistem ke pusat
pengendali.
2.
Detektor Panas
Salah satu contoh detektor panas adalah seperti pada
sprinklers yang sudah dibahas dalam Bab. 3.5.3 di atas.
3. Detektor Nyala.
Detektor nyala akan
diaktivasi apabila ada nyala api pada daerah jangkauannya.
Apabila terjadi nyala api yang tertangkap oleh detektor
maka filter infra-red hanya akan meneruskan radiasi infra-red melalui lensa.
Kemudian radiasi ini ditangkap oleh light sensing element yang meneruskannya ke
time delay dan deskriminator frekuensi. Radiasi nyala infra-red mempunyai
frekuensi yang unik yang membedakan dengan radiasi yang bukan dari nyala api,
sehingga dapat menjamin kepastian bahwa yang tertangkap adalah radiasi karena
nyala api. Keberadaan radiasi ini kemudian memicu rangkaian elektronik mengirim
sinyal ke pusat pengendali kebakaran.